Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hindari Jalur Timur-Tengah, Pengusaha Makanan Minuman Putar Haluan Ekspor

Pengusaha makanan dan minuman mengincar negara ekspor tujuan wilayah Amerika Latin dan Australia, menghindari imbas konflik Iran-Israel.
Salah satu fasilitas produksi industri makanan. Istimewa/ Kemenperin
Salah satu fasilitas produksi industri makanan. Istimewa/ Kemenperin

Bisnis.com, JAKARTA- Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) mulai mempersiapkan pasar alternatif untuk mengantisipasi dampak terhambatnya logistik imbas konflik Iran dan Israel yang memanas.

Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan pihaknya berharap pasar alternatif di wilayah Amerika Latin dan Australia dapat menggantikan pasar Timur Tengah yang diprediksi akan terganggu.

"Alternatifnya ada di belahan Utara sama belahan Selatan, kayak Amerika latin. Kayak kasus Rusia-Ukraina juga dari belahan Selatan juga cukup membantu ya, dari Australia juga," kata Adhi saat ditemui di Kantor Kementerian Perindustrian, Selasa (16/4/2024).

Kedua kawasan tersebut dinilai aman dan tidak akan berimbas pada peningkatan ongkos logistik. Sementara, beban biaya logistik akan meningkat di wilayah konflik, khususnya kapal-kapal yang melewati Terusan Suez.

Selain terganggunya akses logistik, Adhi juga menilai konflik tersebut semakin menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang semakin tinggi.

"Kita banyak sekali bahan baku yang harus kita impor dan tentu akan berpengaruh terhadap harga pokok produksi kita," terangnya.

Jika konflik berkepanjangan, pihaknya khawatir rantai pasok bahan baku industri mamin terganggu. Terlebih, berdasarkan laporan FAO (Food and Agriculture Organization) telah terjadi kenaikan harga pangan dunia 1% pada Maret dibandingkan Februari lalu.

Kenaikan harga bahan baku hingga melonjaknya ongkos produksi industri mamin akan menurunkan margin profit perusahaan dalam negeri.

"Serangan Iran ke Israel saja sudah ada peningkatan 1% harga pangan dunia dibandingkan bulan Februari, terutama biji-bijian, beberapa produk susu dan daging-dagingan dan sebagainya," tuturnya.

Kendati demikian, dia mengakui industri makanan dan minuman tetap cemerlang lantaran ekspor mamin yang cukup tinggi dan diuntungkan dengan menguatnya dolar AS. Adhi menyebut nilai ekspor mamin sepanjang 2023 tembus US$11 miliar.

Menurut Adhi, kondisi tersebut harus segera diantisipasi oleh pemerintah dan dunia usaha, khususnya terkait dengan intervensi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Kita berharap pemerintah bisa segera mengantisipasi khususnya nilai tukar ini kalau bisa BI segera mengintervensi ya, karena ini kan habis liburan, mudah-mudahan segera dilakukan, supaya stabil agar tidak terlalu berat," jelasnya.

Lebih lanjut, Adhi berharap pemerintah dapat mengevaluasi regulasi yang ada sehingga dapat mengkompensasi kenaikan biaya yang terjadi, salah satunya kebijakan terkait dengan bea masuk bahan baku.

"Bahan baku industri Mamin itu kebanyakan kena regulasi yang cukup ketat, kayak Permendag juga. Sementara produk jadi itu bea masuk 0. Kita harap pemerintah bisa mereview apakah bea masuk bisa ditangguhkan sementara saat masa sulit ini, supaya ada keseimbangan antara produk jadi dan bahan baku," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper