Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenperin Minta Impor Gas Murah Jika HGBT Tak Dilanjutkan

Kemenperin meminta dibukanya keran impor gas untuk memenuhi kebutuhan gas murah industri bila program harga gas bumi tertentu (HGBT) tak dilanjutkan.
Gudang Pupuk. /Pupuk Indonesia
Gudang Pupuk. /Pupuk Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan opsi impor gas murah bila Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, termasuk SKK Migas tidak sanggup melanjutkan program harga gas bumi tertentu (HGBT).

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan, Kemenperin meminta opsi B, yakni pembukaan keran impor gas dari negara-negara Teluk dengan harga yang bisa menyentuh US$3 per MMbtu untuk kebutuhan kawasan industri dengan kriteria untuk industri berorientasi ekspor dan subtitusi impor. 

"Ini tentunya bisa mencapai enam kali lipat nilai tambah yang didapat dari HGBT gas domestik sehingga dapat mendukung industri nasional untuk menjadi tangguh dan kuat," kata Taufiek dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (24/3/2024). 

Dia mengatakan, impor gas murah juga dapat mendorong daya saing di tingkat Asean dan global, serta meningkatkan kontribusi sektor industri bagi pertumbuhan perekonomian nasional tetap tumbuh dari kontribusi sektor industri. 

Adapun, Taufiek mengungkapkan nilai tambah kebijakan HGBT alias gas murah untuk industri terhadap ekonomi nasional sebesar Rp157,20 triliun atau meningkat hampir tiga kali lipat. Sementara itu, total nilai HGBT yang dikeluarkan termasuk untuk listrik dari 2021 hingga 2023 sebesar Rp51,04 Triliun.

"Artinya, manfaat dan multiplier effect-nya sangat besar bagi ekspor, pendapatan pajak, pengurangan subsidi pupuk, dan investasi," ujarnya.

Dia membeberkan, dari tujuh sektor industri penerima HGBT, yaitu industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp84,98 triliun. 

Nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia sebesar Rp48,49 triliun. Tak hanya ekspor, peningkatan pajak diperoleh senilai Rp27,81 triliun.  

Efek berganda dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp31,06 triliun, serta penurunan subsidi pupuk sebesar Rp13,33 triliun akibat penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi. 

"Sehingga logikanya, jika HGBT ditiadakan atau tidak diperpanjang, maka terdapat opportunity lost bagi industri yang berujung perekonomian akan merosot dan menurun tiga kali lipat," tuturnya. 

Bahkan, menurut dia, jika HGBT tak dilanjutkan, produk kita menjadi tidak kompetitif, yang dapat berakibat pada penutupan pabrik serta PHK. Taufiek mengingatkan, industri butuh gas murah, baik sebagai energi maupun feedstock.

Untuk diketahui, hitung-hitungan teknokratis benefit HGBT dan multiplier effect untuk tujuh sektor industri ini dilakukan untuk menjawab permitnaan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait evaluasi penyerapan gas. 

Hal ini menunjukkan peran penting gas murah bagi peningkatan daya saing saing industri dan masuknya investasi. 

“Kami juga meminta agar program HGBT sesuai Perpres Presiden Jokowi dilanjutkan bahkan diperluas dengan prinsip no one left behind, bukan hanya untuk tujuh sektor industri yang saat ini menerima fasilitas,” jelas Taufiek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper