Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMI Manufaktur Februari 2024 Turun, Pengusaha Sebut Pertumbuhan Industri Sedang Melambat

PMI manufaktur menunjukkan bahwa kinerja beberapa sektor industri pengolahan melambat.
Ilustrasi perusahaan rintisan (startup) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)/Dice Insights
Ilustrasi perusahaan rintisan (startup) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)/Dice Insights

Bisnis.com, JAKARTA - S&P Global melaporkan, Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia menyentuh skor 52,7 pada Februari 2024. Skor ini susut dari capaian sebelumnya yang berada di level 52,9 pada Januari 2024.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengungkapkan, kinerja beberapa sektor industri pengolahan melambat. Kondisi ini sudah berlangsung sepanjang di 2023 dan berlanjut di 2024 akibat penurunan aktivitas industri dan utilisasi.

“Jadi otomatis PMI-nya juga turun,” kata Jemmy kepada Bisnis, Jumat (1/3/2024).

Jemmy menyebut, tren pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tekstil dan beberapa sektor lainnya juga masih berlanjut, imbas menurunnya aktivitas di sejumlah sektor industri.

Adapun, pertumbuhan industri di beberapa sektor masih positif sehingga ada sedikit peningkatan dari sisi aktivitas industri, utamanya yang berkaitan langsung dengan sektor tambang.

“Tapi untuk sektor lainnya, pertumbuhannya negatif,” ujarnya. 

Di sisi lain, jelang Ramadan dan Lebaran, dia melihat tren permintaan yang cukup besar. Kendati begitu, untuk produk manufaktur, kenaikan permintaan ini akan didominasi oleh barang-barang impor, sehingga tidak dinikmati oleh produsen lokal.

Perlu diketahui, penurunan PMI Manufaktur Februari 2024 terjadi lantaran produksi manufaktur meningkat, didukung oleh meningkatnya permintaan dalam negeri selama sembilan bulan berturut-turut. Namun, permintaan asing terhadap produk manufaktur justru mengalami penurunan.

S&P Global mengungkapkan, stok yang masih cukup melimpah di beberapa konsumen negara tujuan ekspor menjadi pemicu lemahnya permintaan, sehingga tidak mendorong pesanan baru. Kondisi ini, kata Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence Jingyi Pan, harus selalu dicermati.

“Inflasi biaya input menguat pada Februari yang sering dikaitkan dengan kenaikan biaya bahan baku,” ujarnya, dikutip pada Jumat (1/3/2024).

Meski belum berdampak langsung terhadap kenaikan harga keluaran di atas rata-rata, Jinyi Pan menjelaskan bahwa, mengalihkan beban biaya secara terus-menerus dapat memicu pembengkakan biaya bulan-bulan berikutnya. Hal ini, tentu akan berakibat pada pertumbuhan permintaan. 

Kendati begitu secara umum, Jinyi Pan menyebut bahwa sentiment di antara perusahaan manufaktur Indonesia membaik pada Februari 2024. Kondisi ini sejalan dengan indikator-indikator yang mengarah pada masa depan, menunjukkan bahwa keluaran akan terus berkembang dalam jangka pendek. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper