Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China & India Getol Bangun PLTU, Masa Depan Batu Bara RI Diyakini Masih Cerah

Kemenko Marves optimistis permintaan batu bara masih tinggi dalam beberapa tahun ke depan seiring dengan rencana pembangunan PLTU China dan India.
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) optimistis permintaan batu bara masih tinggi dalam beberapa tahun ke depan.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menepis prediksi berbagai lembaga internasional terkait senja kala batu bara yang akan terjadi beberapa tahun mendatang.

Seto meyakini bahwa puncak permintaan batu bara tidak akan terjadi pada 2025 ataupun 2026. Hal ini lantaran masih adanya perencanaan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas besar di negara pengimpor batu bara terbesar, yakni China dan India.

“Saya melihat batu bara lebih optimis. Kalau kita lihat pipeline dari pembangunan PLTU di China yang ada 300 gigawatt [GW] dan India ada sekitar 60 GW. Saya tidak melihat demand batu bara akan menurun anytime soon,” kata Seto dalam acara Economic Outlook 2024, Kamis (29/2/2024).

Dia menuturkan, dari kapasitas PLTU 300 GW di China diperkirakan membutuhkan batu bara miliaran ton. Besarnya kebutuhan batu bara dari dua negara tersebut dinilai masih akan cukup baik bagi iklim pertambangan batu bara Indonesia. 

“Ini akan berdampak pada sektor pertambangan batu bara kita dan kontribusi PNBP dan pajak, royalti. Saya kira angkanya juga masih akan cukup signifikan untuk kontribusi kepada PNBP Indonesia,” ujarnya.

Adapun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi batu bara nasional mencapai 775 juta ton sepanjang 2023. Jumlah ini melebihi target produksi pada 2023 yang dipatok sebesar 695 juta ton dan merupakan rekor tertinggi dalam beberapa dekade terakhir.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menuturkan, naiknya produksi komoditas emas hitam itu disebabkan karena melonjaknya permintaan di pasar domestik dan internasional sepanjang tahun lalu.

“Ada tambahan-tambahan dari proyek-proyek pembangkit 35 GW yang masih berlangsung untuk diselesaikan,” kata Arifin saat konferensi pers di Jakarta, Senin (15/1/2024). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper