Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mitsui Ancam Gugat PLN ke Arbitrase Perkara Divestasi PLTU Paiton

Mitsui & Co Ltd berpotensi mengajukan gugatan arbitrase kepada PLN dan beberapa kementerian/lembaga terkait perkara divestasi PLTU Paiton.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton, Jawa Timur. /paitonenergy.com
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton, Jawa Timur. /paitonenergy.com

Bisnis.com, JAKARTA - Konflik divestasi kepemilikan saham di PT Paiton Energy memasuki babak baru lewat terkuaknya surat ancaman arbitrase dari Mitsui & Co Ltd kepada PT PLN (Persero) dan beberapa kementerian/lembaga negara.

Paiton Energy merupakan independent power producer (IPP) yang memiliki dan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Indonesia dengan total kapasitas 2.045 megawatt (MW). Pembangkit yang dioperasikan oleh Paiton Energy di Probolinggo, Jawa Timur, yakni PLTU Paiton Unit 7—8 dengan kapasitas 2 x 615 megawatt (MW) dan Paiton Unit 3 dengan kapasitas 815 MW.

Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, surat Mitsui tertanggal 31 Januari 2024 tersebut menggambarkan bahwa keputusan PLN menunda dan menahan persetujuan atas rencana Mitsui melakukan divestasi saham di Paiton telah masuk ke dalam ranah sengketa.

Surat yang ditandatangani Chief Operating Officer of Infrastructure Projects Business Unit Mitsui Koichi Wakana itu pun secara tegas menekankan bahwa apabila tidak ada diskusi bersama dalam 30 hari sejak tanggal surat dikirim, Mitsui berhak untuk memulai proses arbitrase sesuai dengan perjanjian awal sponsor investasi Paiton.

"Mohon dicatat bahwa niat Mitsui adalah untuk menyelesaikan sengketa secara damai dan dengan segera tanpa eskalasi lebih lanjut. Dengan demikian, Mitsui dengan penuh rasa hormat meminta kerja sama PLN untuk mendiskusikan sengketa tersebut dengan kami dengan itikad baik," tulis Koichi dalam surat itu, dikutip Senin (26/2/2024).

Mitsui sebelumnya berencana menjual seluruh sahamnya di Paiton dengan perincian 36,260% saham kepada RH International Singapore Corporation Pte Ltd (anak usaha dari RATCH Group asal Thailand) dan 9,255% kepada Medco Daya Energi Sentosa (anak usaha salah satu pemegang saham existing Paiton, Medco Daya Abadi Lestari).

Pada perjanjian awal investasi Paiton  atau disebut Perjanjian Sponsor Perpanjangan (Expansion Sponsors Agreement) yang diteken PLN, Paiton Energy, Mitsui, Nebras Power, dan Medco Daya Abadi Lestari pada medio 2010, rencana aksi divestasi sebenarnya sah dilakukan setelah tanggal operasi komersial. 

Namun, karena Mitsui tidak lagi memiliki lebih dari 50% saham pada tanggal operasi komersial selepas divestasi, perjanjian memang menekankan bahwa pengalihan tersebut tidak akan berlaku kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari PLN.

Awalnya, Mitsui menjelaskan PLN sebenarnya telah mengeluarkan surat persetujuan formal per 26 Juni 2023. PLN juga telah meminta beberapa prasyarat legalitas, salah satunya perjanjian novasi.

Hanya saja, hingga medio akhir 2023, semua berubah karena PLN tak kunjung meneken perjanjian novasi yang telah diberikan sehingga Mitsui tidak dapat menyelesaikan transaksi. 

Pasalnya, PLN menyatakan telah membatalkan persetujuannya terdahulu, serta tidak akan lagi menyetujui pengalihan saham Mitsui yang tertunda karena adanya instruksi yang tegas dari pemerintah Indonesia agar PLN tidak menyetujui pengalihan saham Mitsui, kecuali satu-satunya penerima pengalihan adalah perusahaan lokal Indonesia. 

Oleh sebab itu, Mitsui membela diri dengan menyatakan bahwa tidak ada satu pun ketentuan dalam Perjanjian Sponsor Perpanjangan yang mengizinkan PLN untuk mendesak Mitsui menjual kepentingannya di Paiton kepada suatu perusahaan lokal Indonesia.

Selain itu, tindakan-tindakan yang dilakukan PLN juga berpotensi melanggar perlindungan yang diberikan kepada investor Jepang berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Jepang-Indonesia (EPA).

"Oleh karena itu, penolakan PLN untuk memberikan persetujuannya atas pengalihan saham Mitsui yang tertunda kepada Ratch dan Medco, tanpa dasar hukum yang sah, merupakan suatu pelanggaran terhadap Pasal 2.2 (a) (ii) Perjanjian Sponsor Perpanjangan," tegas Koichi.

Bisnis telah menghubungi pihak PLN untuk memberikan tanggapan, tetapi belum ada jawaban pasti sampai berita ini diterbitkan.

Menanggapi fenomena ini, Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi menilai bahwa perubahan sikap PLN merupakan gambaran inkonsistensi terhadap upaya membawa kenyamanan bagi para investor, dalam hal ini di sektor ketenagalistrikan. 

"Saya kira di Indonesia memang kerap timbul semacam makelar pada tiap investasi maupun divestasi di sektor-sektor strategis. Kadang kala memang melalui jalur kekuasaan yang berkaitan dengan BUMN. Seperti jadi penumpang gelap," jelas Fahmy kepada Bisnis.

Namun, menurut Fahmi, seharusnya sengketa seperti ini tidak perlu terjadi apabila PLN memberikan kepastian lewat komunikasi yang baik berkaitan rencananya terhadap Paiton 3. 

"Paiton itu masih merupakan salah satu pembangkit fosil terbesar di Indonesia. Jadi apa alasannya, apakah berkaitan dengan rencana terhadap Paiton 3, kemudian sampai menunda transaksi itu sebabnya apa? Setidaknya harus memberikan kejelasan buat investor," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper