Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ambisi Kartel Nikel RI Sulit Terwujud, BKPM Ungkap Alasannya

Usulan Indonesia untuk membentuk kartel negara-negara produsen nikel belakangan makin sulit terwujud.
Copper-nickel ore yang bergerak di atas conveyor belt pabrik yang berada di Norilsk, Rusia. - Bloomberg/Andrey Rudakov
Copper-nickel ore yang bergerak di atas conveyor belt pabrik yang berada di Norilsk, Rusia. - Bloomberg/Andrey Rudakov

Bisnis.com, JAKARTA — Usulan Indonesia untuk membentuk kartel negara-negara produsen nikel belakangan makin sulit terwujud.

Keinginan Indonesia untuk membuat organisasi semacam Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) versi nikel itu berhadapan dengan kepentingan dagang dan kerja sama masing-masing negara mitra. 

“Saya melihat konstelasinya very complicated ternyata tidak bisa juga kita melihat negara-negara yang memiliki nikel itu bisa menyatukan kepentingan sebagai negara produsen atau pemilik nikel,” kata Deputi Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan saat ditemui di Jakarta, Rabu (24/1/2024). 

Nurul mengatakan, masing-masing negara produsen nikel itu telah lebih dahulu memiliki kesepakatan dagang dan kerja sama dengan negara mitra mereka. 

Situasi itu, kata Nurul, menyulitkan langkah negosiasi Indonesia untuk mendorong pembentukan kartel komoditas mineral logam tersebut. 

“Sebelum kita bicara [kartel] itu mereka sudah ada kesepakatan dengan negara yang menggunakan nikel,” kata dia. 

Misalkan, dia mencontohkan, Kanada sangat bergantung dengan pasar Amerika Serikat untuk mengkapitalisasi nikel mereka. Alasannya, sebagian besar nikel Kanada sudah terkontrak untuk memenuhi pasar Amerika Serikat. 

Nurul menuturkan, pemerintah telah menjalin komunikasi informal dengan Kanada, Australia, dan negara bagian Prancis, Kadedonia Baru ihwal usulan kartel nikel itu.

Sebelumnya, The Minerals Council of Australia yang merupakan asosiasi para penambang di Negeri Kanguru menyatakan tidak akan mendukung ambisi pembentukan OPEC ala komoditas nikel tersebut. Hal itu disampaikan oleh CEO The Minerals Council of Australia Tania Constable. 

“Sangat berguna bahwa negara-negara bekerja sama untuk memecahkan masalah yang kita miliki seputar pasokan mineral penting.  Namun, kami akan selalu sadar bahwa kami memenuhi semua kewajiban perdagangan internasional kami, dan Anda tidak melihat kartel [perlu] terbentuk," kata Constable, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (21/11/2022). 

Di sisi lain, respons penolakan terhadap pembentukan kartel nikel juga muncul dari Kanada. Hal itu tampak dari pernyataan salah satu pejabat negara Kanada yang enggan disebutkan namanya. Dia mengatakan, negaranya tidak mungkin menyetujui proposal ajakan Indonesia untuk membentuk kartel nikel.

Penolakan untuk merespons gagasan pembentukan kartel nikel itu tak hanya datang dari Kanada dan Australia. Terbaru, asosiasi industri nikel di Filipina juga menyatakan bahwa rencana pembentukan kartel justru berpeluang mendatangkan dampak negatif. 

Asosiasi Industri Nikel Filipina (Philippine Nickel Industry Association) menyatakan, pembentukan kartel seperti OPEC yang bertujuan untuk mengoordinasikan pasokan global, tidak akan menguntungkan Filipina. 

“Jika harga bahan baku naik, maka itu akan mempengaruhi harga produk jadi, yang kami impor, dan itu akan sangat merugikan kami. Saya bukan orang yang percaya pada pasar yang dikendalikan, kata Dante Bravo, Presiden Asosiasi Industri Nikel Filipina, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (15/3/2023) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper