Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Kenakan Pajak Transaksi Bitcoin Cs, Asosiasi Sampaikan Stimulus yang Dibutuhkan

Dalam transaksi kripto, pemerintah mengenakan pajak PPN dan PPH bagi investor.
Warga beraktivitas di dekat logo mata uang kripto di Depok, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Bisnis/Arief Hermawan P
Warga beraktivitas di dekat logo mata uang kripto di Depok, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Blockchain & Pedagang Aset Kripto Indonesia (A-B-I & Aspakrindo) menilai kebijakan pemerintah menarik pajak atas transaksi kripto mulai dari Bitcoin hingga ethereum berdampak positif bagi perekonomian. 

Seperti diketahui, sejak Mei 2022, setiap transaksi kripto di Indonesia dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11% dari nilai transaksi pada exchanges yang terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Pungutan ini juga ditambah Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,1%.

Ketua Asosiasi Blockchain & Pedagang Aset Kripto Indonesia (A-B-I & Aspakrindo) Robby mengatakan  penerapan pajak terhadap aset kripto memiliki dampak positif karena berkontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia.

“Selain itu, penerapan pajak juga menciptakan transparansi, dan mendukung keberlanjutan industri di tingkat nasional. Dengan penerapan pajak yang lebih kompetitif dan kooperatif, diharapkan dapat menghasilkan peningkatan transaksi,” seperti dikutip dari Antara, Selasa (16/1/2024). 

Meski demikian, dia menyebutkan pasar aset kripto tengah mengalami penurunan signifikan sepanjang 2023. Menurut A-B-I & Aspakrindo, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi penurunan aset kripto. Mulai dari kejatuhan FTX Trading Ltd pada tahun 2022, tuntutan hukum dari U.S. Securities & Exchange Commission (SEC) terhadap Binance dan Coinbase, penghentian sementara withdraw Bitcoin dari Binance, hingga pemindahan 15 ribu Ethereum (ETH) ke Gate.io oleh Ethereum Foundation.

Berbagai faktor tersebut dianggap sebagai pemicu penurunan minat pelanggan secara global, sehingga berdampak langsung terhadap kemerosotan minat transaksi aset kripto di Indonesia.

Di samping itu, pajak yang tinggi juga dinilai menjadi salah satu penyebab di balik penurunan volume transaksi aset kripto.

Pasalnya dibandingkan biaya transaksi aset kripto pada exchanges yang telah terdaftar dan tidak terdaftar di Bappebti, terdapat perbedaan signifikan total biaya yang ditanggung investor. Biaya transaksi  bitcoin pada exchanges yang terdaftar cenderung lebih tinggi.

Karena itu, dalam merancang kebijakan pajak untuk aset kripto, A-B-I & Aspakrindo menilai penting untuk mempertimbangkan dampak secara menyeluruh terhadap pertumbuhan industri aset kripto di Indonesia.

Penyesuaian tarif pajak yang tidak memberatkan para pengguna agar mereka dapat bertransaksi lebih leluasa dianggap dapat memberikan dampak positif pada peningkatan pendapatan pajak. Hal ini disebabkan pengguna akan cenderung melakukan lebih banyak transaksi di platform industri aset kripto yang resmi terdaftar di Indonesia.

Selain penyesuaian tarif pajak, A-B-I & Aspakrindo mengharapkan bisa berdiskusi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) guna menyampaikan paparan dan mencari solusi saling menguntungkan untuk memastikan pertumbuhan industri kripto di Indonesia dan penerimaan pajak yang optimal.

CEO Tokocrypto Yudhono Rawis memberikan dua contoh solusi konkret yang bisa diimplementasikan. Pertama, penyesuaian tarif pajak aset kripto agar biaya transaksi kripto untuk pelanggan exchange terdaftar menjadi lebih kompetitif. Kedua, implementasi program tax amnesty untuk subyek pajak yang masih memiliki aset kripto di luar negeri, sehingga pendapatan pajak kripto di Indonesia dapat meningkat.

Direktur Eksekutif A-B-I & Aspakrindo Asih Karnengsih juga memberikan solusi lain guna menumbuhkan industri kripto di Indonesia dan mengoptimalkan penerimaan pajak dari aset kripto.

Pertama, aset kripto sebagai aset keuangan digital dapat dibebaskan dari pemungutan PPN. Solusi ini dinilai sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 (UU PPN).

“(Di dalam UU HPP dan UU PPN), jasa keuangan merupakan salah satu sektor yang dibebaskan dari pemungutan PPN. (Adapun) penegakan tarif pajak bagi exchanges yang belum terdaftar di Indonesia (telah) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 dengan tarif PPN sebesar 0,22 persen dan PPh sebesar 0,2 persen, sehingga pelanggan dalam negeri akan lebih memilih bertransaksi pada exchanges yang telah terdaftar,” ucap Asih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper