Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sektor Properti & Ritel China Masih Lesu, Lagi-Lagi Perlu Dorongan Stimulus

Sektor properti China pada November 2023 mencatatkan pelemahan. Sektor ritel juga tidak sesuai ekspektasi.
Pejalan kaki melintasi toko-toko di Guangzhou, China, Jumat, (11/8/ 2023). Bloomberg/qilai Shen
Pejalan kaki melintasi toko-toko di Guangzhou, China, Jumat, (11/8/ 2023). Bloomberg/qilai Shen

Bisnis.com, JAKARTA - Sektor properti China memburuk pada bulan November 2023 karena sentimen negatif pembeli rumah dan pengembang yang berhutang menurunkan penjualan dan investasi. Aktivitas sektor ritel yang lebih luas juga tidak sesuai perkiraan. 

Sejumlah langkah dukungan kebijakan hanya terbukti sedikit bermanfaat, sehingga meningkatkan tekanan pada otoritas untuk melakukan lebih banyak stimulus. Analis juga mengatakan laju perekonomian berjalan dengan kecepatan yang berbeda dan masalah-masalah lama masih ada.

"Transaksi biasanya tertekan menjelang akhir tahun, dan sektor properti secara umum tidak ingin mengambil keuntungan lebih dan harga rumah masih terlalu tinggi dibandingkan dengan pendapatan di perkotaan," jelas  kepala ekonom di Hang Seng Bank China, Dan Wang, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (15/12/2023). 

Lanjutnya, Wang menuturkan bahwa orang-orang hanya akan menunggu penurunan spiral tersebut.

Berdasarkan data Biro Statistik Nasional (NBS) harga rumah baru di Negeri Tirai Bambu telah menurun lima bulan berturut-turut pada November 2023. Sementara, investasi properti Januari-November 2023 menurun 9,4% secara tahunan (year-on-year/yoy), setelah mengalami penurunan pada Januari-Oktober 2023 sebesar 9,3%.

Di lain sisi, output Industri tumbuh 6,6% pada November 2023 (yoy) lebih cepat dari peningkatan 4,6% pada Oktober 2023. Angka tersebut melampaui ekspektasi kenaikan sebesar 5,6%.  Angka tersebut juga mencatatkan pertumbuhan terkuat sejak September 2022. 

Penjualan ritel kemudian naik 10,1% pada November 2023, lebih tinggi dari peningkatan bulan sebelumnya yang sebesar 7,6%. Namun, angka tersebut tidak sesuai dengan perkiraan analis yang sebesar 12,5% terutama dipicu oleh efek dasar yang rendah pada pembatasan Covid. 

"Pasar memperkirakan kebijakan-kebijakan pro-pertumbuhan akan segera membuahkan hasil, namun hal ini belum secara efektif diterjemahkan ke dalam pertumbuhan jangka pendek karena kendala transmisi kebijakan dan kepercayaan dunia usaha," jelas kepala ekonom di Jones Lang Lasalle, Bruce Pang. 

Selain itu, data yang dirilis pada Jumat (15/12) juga mengikuti indikator November 2023 lain yang menunjukan perekonomian yang kesulitan mendapatkan momentum.

Pemulihan yang tidak merata juga mendorong analis untuk memperingatkan bahwa China mungkin  akan tergelincir ke stagnasi ala Jepang lebih jauh di dekade ini, kecuali pembuat kebijakan mengambil langkah-langkah untuk mengubah orientasi ekonomi ke arah konsumsi rumah tangga dan alokasi sumber daya di pasar.

Para penasihat kebijakan mengatakan bahwa pemerintah perlu mengimplementasikan stimulus lebih lanjut jika ingin mempertahankan target pertumbuhan ekonomi tahunan 5% pada 2024, yang akan sejajar dengan target tahun ini.

Para pemimpin tertinggi juga menuturkan bahwa mereka akan meningkatkan penyesuaian kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi pada 2024, dengan fokus pada peningkatan permintaan domestik mengingat perlambatan ekonomi global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper