Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Starbucks Rugi Rp186 Triliun Buntut Aksi Boikot Produk Pendukung Israel

Aksi mogok pekerja dan boikot produk Starbucks membuat kapitalisasi pasar waralaba minuman kopi ini anjlok nyaris US$12 triliun.
Aprianto Cahyo Nugroho, Farid Firdaus
Senin, 11 Desember 2023 | 08:00
Suasana gerai kopi Starbucks di San Francisco, California, AS, Kamis (22/7/2021) Bloomberg/David Paul Morris
Suasana gerai kopi Starbucks di San Francisco, California, AS, Kamis (22/7/2021) Bloomberg/David Paul Morris

Bisnis.com, JAKARTA – Starbucks Corp. merasakan dampak yang cukup signifikan dari aksi boikot produk-produk yang mendukung Israel, sebagai solidaritas terhadap Palestina.

Akibat dari aksi ini, kapitalisasi pasar Starbucks di Wall Street hilang nyaris US$12 miliar atau setara RP186,38 triliun (kurs Rp15.532) setelah saham Starbucks tercatat anjlok 1,6% pada Senin (4/12/2023), atau penurunan selama 11 sesi berturut-turut.

Ini merupakan koreksi terlama sejak IPO Starbucks di Bursa AS pada 1992. Secara total, kemerosotan saham tersebut telah menghapus 9,4% kapitalisasi pasar Starbucks, atau hampir US$12 miliar.

“Data penjualan pihak ketiga mengisyaratkan perlambatan material di Starbucks pada bulan November setelah raksasa kopi tersebut menghasilkan pertumbuhan penjualan yang kuat sebesar 8% pada kuartal fiskal keempat, tulis analis JPMorgan Chase & Co. John Ivankoe, mengutip Bloomberg, Kamis (7/12/2023).

Ivankoe menurunkan perkiraan penjualan kuartal pertama Starbucks di AS menjadi pertumbuhan 4% dibandingkan periode tahun lalu, untuk mencerminkan promosi liburan Natal yang mungkin kurang berhasil dibandingkan acara Pumpkin Spice Latte musim gugur. Dia memperkirakan lonjakan 6% dalam penjualan toko domestik yang sama secara triwulanan.

Saham Starbucks sempat menguat pada paruh pertama bulan November, setelah perusahaan kopi tersebut melaporkan hasil kuartalan yang melampaui ekspektasi dan memberikan prospek penjualan yang lebih baik dari yang dikhawatirkan untuk tahun fiskal 2024.

Namun saham tersebut telah jatuh selama dua minggu terakhir di tengah kekhawatiran tentang data pertumbuhan ekonomi China yang lambat dan tren penjualan, kata Ivankoe, yang memberikan peringkat overweight pada saham Starbucks.

Analis Wedbush Securities Inc., Nick Setyan mengatakan para investor khawatir bahwa penjualan serupa di AS mungkin jauh dari ekspektasi konsensus pada kuartal saat ini karena data kartu kredit telah mengisyaratkan perlambatan selama sekitar tiga minggu terakhir.

Setyan menyematkan peringkat netral terhadap saham Starbucks. Ia menyebut saham tersebut sebagai salah satu yang paling sensitif terhadap tanda-tanda kelemahan konsumen.

Aksi Mogok dan Boikot Israel

Meskipun analis memperkirakan biang kerok saham Starbucks anjlok ada pada lemahnya penjualan, banyak pihak tertuju pada aksi mogok pekerja dan aksi boikot produk-produk Israel sebagai penyebabnya.

Pekan lalu, salah satu bank besar Malaysia, RHB Bank merilis catatan kepada investor yang menyarankan untuk menjual kepemilikan mereka di perusahaan pemegang lisensi Starbucks, Berjaya Food Berhad.

Melansir South China Morning Post, bank terbesar keempat di Malaysia ini menyatakan pandangannya terhadap telah berubah menjadi hati-hati karena boikot Starbucks yang sedang berlangsung, dengan mengatakan bahwa hal ini dapat berlangsung lebih lama dari ekspektasi awal karena bank tersebut tidak melihat adanya resolusi konflik dalam waktu dekat.

"Pemulihan pasca boikot mungkin tidak mudah dan Berjaya Food mungkin akan membutuhkan banyak usaha untuk mendapatkan kembali pangsa pasarnya, [mengingat] persaingan yang ketat," ungkap RHB Bank dalam laporannya.

Ketua gerakan BDS di Malaysia Nazari Ismail mengatakan bahwa laporan bank tersebut merupakan bukti bahwa gerakan ini berhasil dan akan memperkuat tekad masyarakat untuk melanjutkan strategi boikot yang telah memasuki bulan kedua.

"Tekad ini kemungkinan akan semakin kuat karena meningkatnya kebrutalan tentara Israel terhadap warga Palestina. Perusahaan-perusahaan kemungkinan akan melihat kehadiran mereka di Israel sebagai sebuah risiko bisnis yang nyata dan sebuah kewajiban,” ungkapnya.

Starbucks terus mengatakan bahwa mereka tidak mendukung Israel secara finansial dengan cara apa pun. Namun, pada bulan Oktober, perusahaan tersebut mengkritik serikat pekerjanya di Amerika Serikat karena mengunggah pesan yang menyatakan "Solidaritas untuk  Palestina" di platform X (Twitter) pada 7 Oktober.

Namun, Starbucks merespons unggahan tersebut dengan gugatan kepada Starbucks Workers United (SWU). Serikat pekerja ini memiliki lebih dari 360 gerai dan lebih dari 9.000 karyawan yang disebut Starbucks sebagai mitra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper