Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OECD Kerek Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI, Ini Kata Ekonom

OECD memproyeksikan perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4,9% pada 2023 dan 5,2% pada 2024 dan 2025. Berikut tanggapan ekonom.
Suasana deretan gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Suasana deretan gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sebesar 4,9% pada 2023. Para ekonom mengungkapkan bahwa proyeksinya sejalan dengan laporan dari OECD tersebut.

Pada 29 November 2023, OECD dalam laporan terbarunya melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 meningkat, dari yang sebelumnya sebesar 4,7% kini diproyeksikan menjadi 4,9%. 

Lalu untuk proyeksi pada 2024, OECD juga meningkatkan proyeksinya dari yang sebesar 5,1% menjadi 5,2% untuk tahun depan. Pada 2025 juga diproyeksikan sebesar 5,2%. 

Dalam laporannya, organisasi tersebut juga menuturkan bahwa Indonesia akan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan stabil. Kinerja juga didukung dengan kondisi pasar tenaga kerja yang lebih baik dan inflasi yang lebih rendah. 

Kemudian, sentimen investor juga diproyeksikan mendukung konsumsi dan investasi. Kedatangan wisatawan dan pengeluaran rata-rata juga dinilai akan terus pulih. 

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa proyeksi OECD masih sejalan dengan perkiraannya, dengan memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,07% di 2023 dan 5,09% di 2024. 

“Pertumbuhan yang dapat dikatakan cukup resilient tersebut ditopang oleh permintaan dalam negeri yang tetap solid di tengah kinerja sektor eksternal Indonesia yang cenderung melemah sebagai akibat dari dampak perlambatan ekonomi global,” terangnya kepada Bisnis, Senin (4/12/2023). 

Josua menuturkan bahwa sekitar 52% produk domestik bruto (PDB) Indonesia dibentuk oleh konsumsi rumah tangga yang saat ini terus kuat, karena tingkat inflasi yang terjaga dan didukung oleh berbagai kebijakan pemerintah. Oleh karena itu daya beli masyarakat terjaga dan tingkat mobilitas semakin pulih. 

Terkait pemilu, menurutnya risiko aksi wait and see investor swasta terhadap kinerja pembentukan modal tetap bruto yang menyumbang 30% terhadap PDB di tengah tahun politik menjelang pemilu 2024 dampaknya cenderung minim.

Menurutnya, hal tersebut karena investasi publik yang tumbuh terakselerasi dikarenakan kembali berlanjutnya Proyek Strategis Nasional pasca berakhirnya Covid-19. Contohnya seperti infrastruktur, Ibu Kota Nusantara (IKN) dan hilirisasi. 

Adapun, OECD juga menuturkan bahwa risiko pemilu pada Februari 2024 kemungkinan tidak akan mengubah sikap kebijakan ekonomi secara keseluruhan. 

Ekonom Markoekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky juga menuturkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada 2024 kemungkinan sebesar 5% keatas, sehingga estimasi OECD dinilai cukup realistis. 

“Faktor pendorong utama adalah tahun pemilu sehingga mendorong tingkat konsumsi dan perdagangan, serta arus perputaran uang,” terang Riefky kepada Bisnis, Senin (5/12). 

Menurutnya, hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah menjaga stabilitas di masa transisi politik, dan menjaga keyakinan konsumen selama periode pemilu. 

Riefky juga menuturkan bahwa ia sepakat dengan asesmen organisasi tersebut untuk sumber pertumbuhan menurut OECD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper