Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos The Fed Isyaratkan Dovish, Kenaikan Suku Bunga Selesai?

Ketua The Fed Jerome Powell memberikan isyarat sikap dovish. Benarkah kenaikan suku bunga acuan sudah selesai?
Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) di Washington, DC, AS, Rabu (26/7/2023). / Reuters
Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) di Washington, DC, AS, Rabu (26/7/2023). / Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell memberikan isyarat "dovish", yakni bahwa siklus pengetatan paling agresif dalam empat dekade sudah selesai. Suku bunga acuan tak akan naik lagi? 

The Fed telah mempertahankan suku bunga acuan stabil dalam 22 tahun pada kisaran 5,25%-5,5% pada pertemuan kedua yang dihelat pada 31 Oktober-1 November 2023. Hal ini menandakan bahwa The Fed telah menunda kenaikan suku bunga dua kali berturut-turut.

"Melambatkan [langkah pengetatan] memberi kita, menurut saya, pengertian yang lebih baik tentang seberapa banyak yang perlu kita lakukan, jika kita perlu melakukan lebih banyak,” jelas Powell ketika ia mengatakan kepada wartawan mengenai apakah harus menaikkan suku bunga, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (2/11/2023). 

Para pejabat memberikan isyarat dalam pernyataan setelah pertemuan FOMC, bahwa kenaikan imbal hasil US Treasury jangka panjang baru-baru ini mengurangi dorongan bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga kembali, eskipun mereka masih membuka peluang untuk kenaikan lainnya.

“The Fed pada dasarnya mengatakan bahwa kami rasa kami tidak perlu berbuat lebih banyak lagi setelah ini,” jelas  kontributor Bloomberg Opinion dan mantan kepala The Fed New York, Bill Dudley.

Lanjutnya, Dudley juga berpendapat bahwa Powell merasa sangat yakin bahwa The Fed telah melakukan banyak hal. 

Kepala ekonom AS Bloomberg Anna Wong juga berpendapat bahwa baik pernyataan dari ketua The Fed dan kebijakan FOMC secara keseluruhan, dalam pandangannya terdengar dovish. 

“Mempertimbangkan sikap hawkish para pejabat dalam menafsirkan kejutan ekonomi positif sejak pertemuan September 2023, hal ini menunjukkan bahwa FOMC cenderung melakukan jeda suku bunga yang diperpanjang,” jelas Wong.

Meski demikian, inflasi AS masih jauh di atas target The Fed sebesar 2% dengan pertumbuhan ekonomi yang berada pada level tertinggi dalam hampir dua tahun. Powell dan rekan-rekannya di bank sentral AS tetap memiliki opsi untuk mengambil langkah lagi, jika diperlukan.

Powell menuturkan kepada para wartawan bahwa keputusan akan dibuat pada setiap pertemuan. Komite juga akan memiliki banyak data, termasuk dua laporan ketenagakerjaan, dua laporan inflasi, dan mengenai kondisi keuangan dan risiko geopolitik sebelum Desember 2023.

Adapun, dia juga menuturkan bahwa  para pemimpin The Fed sedang memantau perang Israel vs Hamas untuk mengetahui implikasi ekonominya.

Kepala ekonom AS di High Frekuensi Economics, Rubeela Farooqi, juga menuturkan bahwa The Fed tidak dalam posisi untuk menyatakan kemenangan. 

“Itu berarti para pejabat akan tetap mempertimbangkan opsi untuk melakukan pengetatan lebih lanjut, untuk saat ini,” jelasnya.

Terkait dot plotPowell menuturkan bahwa hal itu hanya mencerminkan pandangan individu para pejabat pada saat tertentu. Dot plot bukanlah seperti rencana yang disepakati oleh siapapun, atau yang akan dilakukan. 

“Saya pikir kemanjuran dot plot mungkin berkurang dalam periode tiga bulan antara pertemuan itu dan pertemuan berikutnya,” jelas Powell. 

Powell sendiri juga mengesampingkan kekhawatiran atas meningkatnya ekspektasi inflasi yang tercermin dalam survei Universitas Michigan baru-baru ini, yakni survei yang sebelumnya Powell kutip pada Juni 2022, sebagai pembenaran parsial untuk pergeseran ke kenaikan suku bunga yang lebih besar.

Ekonom di sebuah perusahaan analisis kebijakan di Washington bernama LH Meyer, Derek Tang juga menuturkan bahwa The Fed  melihat adanya peluang untuk tidak terjadinya resesi dan soft landingdan berpikir bahwa ini adalah risiko yang bersedia mereka ambil. 

“[Risikonya adalah] jika ternyata tidak seperti itu, Anda akan tertinggal lagi, dan Anda tidak ingin ketinggalan untuk kedua kalinya,” tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper