Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gapki Prediksi Harga Minyak Sawit Bisa Bullish pada 2024

Pengusaha bersikap waspada terhadap kinerja industri kendati harga sawit diprediksi bullish pada 2024.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, BADUNG - Pelaku usaha menaruh kewaspadaan terhadap kinerja industri kelapa sawit pada 2024, meskipun harga diprediksi bullish.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono mengakui sepanjang 2023, kinerja industri kelapa sawit diakui tidak semulus pada 2022. Musababnya, windfall komoditas strategis ini telah berlalu.

"Dari segi harga, harga pada tahun ini tidak sebaik tahun lalu," ujar Eddy saat membuka Indonesian Palm Oil Conference and 2024 Price Outlook (IPOC) di Nusa Dua, Bali, Kamis (2/11/2023).

Eddy menyebut penurunan harga minyak sawit juga telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Merosotnya harga minyak sawit, dipicu oleh melemahnya daya beli akibat adanya pelemahan ekonomi di berbagai negara importir minyak sawit. Sementara di sisi lain, stok di negara-negara produsen melimpah.

Trading Economics mencatat harga minyak kelapa sawit telah mengalami penurunan 9,61% sejak awal tahun 2023 berdasarkan perdagangan Contract of Difference (CFD). Adapun harga minyak sawit per 2 November 2023 turun 13% secara tahunan menjadi MYR3.773 per ton.

Kendati begitu, Eddy mengatakan para pengusaha masih menyimpan kepercayaan harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) akan bullish pada 2024. Adapun salah satu faktor mendasari optimisme mereka yakni adanya fenomena El Nino di tahun ini yang akan mempengaruhi produksi di tahun depan. Ketika pasokan berkurang akibat El Nino akan mengerek harga minyak sawit di pasar global.

Sayangnya, momentum harga bullish dibayangi oleh kondisi produksi dalam negeri. Eddy menyebut Indonesia sebagai minyak sawit terbesar dunia justru mengalami stagnasi dalam hal produksi.

Adapun data yang dihimpun Gapki dalam lima tahun terakhir sejak 2018, rata-rata produksi minyak sawit termasuk di dalamnya CPO dan PKO sebesar 50,6 juta ton.

Dia menjelaskan, stagnasi produksi salah satunya disebabkan oleh lambatnya kemajuan dalam penanaman kembali (replanting) kebun milik petani kecil. Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat pada 2021 total areal perkebunan sawit milik petani rakyat mencapai 6,08 juta hektare.

Meskipun pemerintah bakal terus menerapkan B35 dan peningkatan konsumsi pangan dan industri dalam negeri, Eddy menyebut stok minyak sawit Indonesia pasti akan rendah.

Eddy menambahkan, pengusaha berharap agar pemerintah menerapkan kebijakan yang tepat untuk mempertahankan optimisme untuk menyambut peluang perdagangan kelapa sawit di 2024.

"Kami yakin dengan kebijakan pemerintah yang tepat, industri kelapa sawit dapat tumbuh dengan mantap di tengah dinamika pasar dan perekonomian," kata Eddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper