Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Genjot Investasi EBT, Pandu Sjahrir: Dominasi PLN Perlu Ditinjau Ulang

Pemerintahan penerus Presiden Jokowi dinilai perlu memikirkan ulang posisi PLN untuk menggenjot investasi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.
Teknisi melakukan pengecekan rutin pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Rachman
Teknisi melakukan pengecekan rutin pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Keberadaan sebuah badan usaha khusus yang mengatur regulasi pasar sektor ketenagalistrikan dinilai perlu untuk menggenjot investasi energi baru terbarukan (EBT). Dominasi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dinilai dapat menghambat investasi energi bersih di Indonesia.

Wakil Direktur Utama PT TBS Energi Utama Tbk. Pandu Patria Sjahrir berpendapat urgensi untuk mendefinisikan ulang posisi PLN bakal menjadi isu krusial yang mesti diselesaikan pemerintahan berikutnya di tengah potensi pasar dan investasi EBT yang besar saat ini. 

Pandu mengusulkan adanya lembaga yang mirip dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk sektor kelistrikan yang mengatur regulasi pasar nantinya, sementara posisi PLN dapat diperjelas sebagai badan usaha nantinya yang bersaing dengan setara pada pasar EBT nantinya. 

“Harus ada forum sendiri untuk bicara apa itu dan bagaimana harusnya PLN, tapi ini akan sangat politis saya bilang ke Mas Darmo [Dirut PLN], hei saya benci kerjaan Anda, tidak akan ada yang suka karena kamu berusaha bikin regulasi dan juga sebagai perusahaan, kalian tidak bisa harusnya, itu dua peran yang berbeda,” kata Pandu saat diskusi Bloomberg Technoz Ecofest 2023 di Jakarta, Rabu (27/9/2023). 

Menurut Pandu, calon presiden dan wakil presiden yang ada saat ini mesti memikirkan ulang posisi PLN pada pasar EBT yang bakal terus bertumbuh ke depan. Sementara itu, Indonesia memerlukan investasi yang terbilang besar untuk melakukan transisi energi yang lebih berkelanjutan saat ini. 

Selepas definisi dan posisi PLN lebih jelas, dia mengatakan, segala turunan dan keputusan investasi EBT dari sektor swasta bakal lebih mudah dikerjakan. Saat ini, keputusan investasi dari perusahaan swasta masih cenderung berhati-hati lantaran regulasi dan pasar yang sepenuhnya diatur pemerintah lewat PLN. 

“Jadi memang siapapun yang menjadi presiden itu mesti menjadi satu isu yang mesti dibicarakan apa dan seperti harusnya PLN nantinya, sekali itu sudah diputuskan akan jadi mudah semua turunan ke sana,” kata dia. 

Belakangan, kata Pandu, perusahaan setrum swasta mulai berupaya untuk berinvestasi pada proyek ekspor listrik ke negara tetangga seperti Singapura. Pasar ekspor itu, kata dia, menjadi solusi alternatif untuk mendapatkan kepastian dan pasar yang lebih luas jika dibandingkan pasar domestik yang saat ini diatur dan didominasi PLN.

“Kita buat sebaik kita, apa yang terjadi sekarang kita malah menyediakan energi ke Singapura it’s okay asal bagus kita bisa bikin solar panel-nya di Indonesia,” kata dia. 

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah Indonesia dan Singapura sepakat untuk meneken lebih lanjut kemitraan strategis investasi pabrik panel surya dan baterai penyimpanan hingga perjanjian ekspor listrik antar kedua negara. 

Kesepakatan kerja sama tersebut ditandai dengan ditandatanganinya nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dengan Second Minister for Trade and Industry Singapura Tan See Leng di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (9/8/2023). 

Rencananya, Singapura akan mengimpor listrik sekitar 2 gigawatt (GW) dari Indonesia atau 50 persen dari total kebutuhan sampai dengan 2035 atau 12 tahun mendatang. 

Saat ini, sudah terdapat beberapa perusahaan Indonesia dan luar negeri lainnya yang bergabung pada rencana perdangangan listrik tersebut. Secara keseluruhan lewat kesempatan investasi ini, perusahaan-perusahaaan itu akan membangun kapasitas panel surya hingga 11 GW dan penyimpanan baterai 21 GW di Indonesia.

PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO), PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC), dan PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA), masing-masing berpartisipasi dalam kerja sama ini melalui PT Adaro Clean Energy Indonesia (Adaro Green), PT Medco Power Indonesia (Medco Power), dan PT Energi Baru TBS (Energi Baru). Ketiganya juga telah menandatangani nota kesepahaman EBT dengan beberapa pabrikan manufaktur solar photovoltaic (PV) dan sistem penyimpanan energi baterai (SPEB).  

Adapun, Medco Power Indonesia bersama Gallan Venture milik Grup Salim dan PacificLight Power, sejak tahun lalu dilaporkan sedang mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 670 megawatt untuk menyediakan 100 megawatt listrik ke Singapura. 

Sejumlah pabrikan manufaktur yang bakal menjadi mitra ketiga emiten tersebut di antaranya PT Utomo Juragan Atap Surya Indonesia, LONGi Solar Technology Co., Ltd, Jiangsu Seraphim Solar System Co., Ltd, Znshine PV-Tech Co., Ltd, Sungrow Power Supply Co., Ltd, PT Huawei Tech Investment, dan Rept Battero Energy Co.,Ltd.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper