Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jumlah Utang Global Sentuh Rekor Baru, Capai Rp4.725 Kuadriliun

Institute of International Finance (IIF) pada Selasa (19/9/2023) mengatakan bahwa utang global mencapai rekor baru menjadi US$307 triliun.
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta beberapa waktu lalu. Lembaga IIF melaporkan total utang penduduk bumi menembus rekor baru. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta beberapa waktu lalu. Lembaga IIF melaporkan total utang penduduk bumi menembus rekor baru. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA -  Institute of International Finance (IIF) pada Selasa (19/9/2023) mengatakan bahwa utang global mencapai rekor sebesar US$307 triliun pada kuartal II/2023, atau sekitar Rp4.725 kuadriliun.

Mengutip Reuters, Rabu (20/9/2023) IIF menuturkan rekor utang baru tercipta di tengah kenaikan suku bunga membatasi kredit bank. Pasar seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang mendorong kenaikan tersebut. 

Menurut IIF, utang global dalam bentuk dolar telah meningkat sebesar US$10 triliun pada paruh pertama 2023 dan sebesar US$100 triliun selama satu dekade terakhir. 

Kemudian, kenaikan terbaru juga telah meningkatkan rasio utang global terhadap produk domestik bruto (PDB) untuk dua kuartal berturut-turut menjadi 336 persen. Sebelum 2023, rasio utang telah menurun selama tujuh kuartal. 

Menurut laporan, pertumbuhan yang lebih lambat juga bersamaan dengan kenaikan harga, berada di balik kenaikan rasio utang. 

"Kenaikan inflasi yang tiba-tiba adalah faktor utama di balik penurunan tajam rasio utang selama dua tahun terakhir," jelas IIF. 

IIF juga menambahkan bahwa dengan tekanan upah dan harga yang moderat, meskipun tidak mencapai target mereka, diperkirakan rasio utang terhadap output akan melampaui 337 persen pada akhir 2023. 

Sebagai catatan, lebih dari 80 persen penumpukan utang terbaru berasal dari negara-negara maju. AS, Jepang, Inggris dan Perancis mencatatkan kenaikan terbesar. Diantara negara-negara berkembang, kenaikan terbesar berasal dari Cina, India dan Brasil. 

"Karena suku bunga yang lebih tinggi dan tingkat utang yang lebih tinggi mendorong biaya bunga pemerintah lebih tinggi, beban utang domestik akan meningkat," jelas IIF. 

Laporan tersebut juga menemukan bahwa utang rumah tangga terhadap PDB di pasar berkembang masih berada di atas tingkat sebelum Covid-19. Sebagian besar disebabkan oleh China, Korea dan Thailand. 

Namun, rasio yang sama di pasar negara maju juga telah turun ke level terendah dalam dua dekade terakhir, dalam enam bulan pertama di tahun 2023. 

"Jika tekanan inflasi terus berlanjut di pasar negara maju, kesehatan neraca rumah tangga, terutama di AS, akan memberikan perlindungan ... terhadap kenaikan suku bunga lebih lanjut," terang IIF dalam laporan tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper