Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Evergrande Bangkrut, Awan Gelap Mengintip Sektor Properti?

Kebangkrutan Evergrande menggiring pelambatan perekonomian China.
Kantor Evergrande di Beijing, China/Bloomberg
Kantor Evergrande di Beijing, China/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA- Raksasa properti China, Evergrande tak lagi dapat mengulur waktu kebangkrutan, karena utang menggunung. Krisis properti itupun dikhawatirkan ikut mempengaruhi kinerja sektoral di Indonesia.

Evergrande pada pekan lalu mengumumkan pailit di Amerika Serikat. Para pelaku industri properti di Indonesia pun ikut mencermati arah angin imbas kebangkrutan perusahaan yang berpotensi menjerat perekonomian “Negeri Panda” itu.

Bagi perekonomian China, kebangkrutan Evergrande bisa menyulut krisis lebih luas, karena terkait dengan sistem keuangan negeri tersebut. Bahkan, diperkirakan dampak tersebut bisa menggoncangkan sektor keuangan dengan nilai US$60 triliun itu, berimbas terhadap seluruh perbankan dan jutaan pemilik rumah.

Sebab, biar bagaimanapun, sektor properti tetap merupakan penopang laju pertumbuhan ekonomi nasional. Efek langsung dari gulung tikar Evergrande, bakal dirasakan ekosistem properti, berlanjut hingga permintaan pasokan material.

China di ambang stagnasi perekonomian. Lebih jauh, krisis properti juga bisa berakibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal.

Keruntuhan Evergrande bakal menciutkan perekonomian terbesar di dunia tersebut. Hal inilah yang bakal menjalar ke mana-mana, bahkan sektor properti di Indonesia.

Serupa, Indonesia pun masih bertumpu pada sektor properti guna melecut pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Bahkan, Presiden Joko Widodo pun mengharapkan sektor properti bisa terus menopang PDB di tengah tingkat backlog yang masih tinggi.

"Sangat besar sekali. Ini memberikan kontribusi dari 16 persen dari PDB ekonomi kita, besar sekali. Tenaga kerja yang tersangkut dalam perputaran ekonomi di REI mencapai 13—19 juta orang. Sangat banyak sekali," kata Jokowi di Forum REI awal bulan ini.

Sejauh ini, sektor properti digelayuti sebanyak 185 subsektor. Karena itu, seiring runtuhnya Evergrande, Jokowi pun ikut memberikan pesan jelas kepada para pelaku industri properti Tanah Air.

Menurutnya, sektor properti di hampir seluruh negera terpukul akibat Pandemi Covid-19. Permintaan pasar yang seret, serta berbagai pembatasan mobilitas membuat sesak nafas para pemain sektor properti.

Secara teknis, para analis properti menilai dampak Evergrande tak akan secara langsung mempengaruhi sektor properti Indonesia. Salah satu faktornya adalah dominasi pasar domestik yang menyerap suplai properti.

Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat, menjelaskan, memang tidak menutup kemungkinan Indonesia akan mengalami sejumlah dampak minor dari adanya sentimen tersebut.

Dia menekankan bahwa sinyal waspada tetap harus diberlakukan terutama pada sejumlah investasi properti yang berasal dari Tiongkok. "Pasar properti di Indonesia itu sebagian besar didominasi pasar domestik, dengan demikian apakah akan berdampak? kalau dominasinya domestik mungkin bukan dampak langsung yang kita dapatkan tapi dampak turunan," kata Syarifah dalam sesi diskusi Jakarta Property Highlight, Kamis (24/8/2023).

Sebaliknya, sebagaimana diungkapkan Business Development Director Knight Frank Martin Wijaya, salah satu efek yang mungkin dapat terjadi dari ambruknya pasar properti China yakni meningkatnya portofolio investasi para investor China di Indonesia.

"Jadi kalau kita berbicara secara spesifik pada sektor properti, ini justru ada peluang berdampak positf. Investor sana akan berinvestai ke sini terutama pada hotel [sudah terjadi] dalam setahun ini. Jadi dampak langsung tak ada tapi efeknya mungkin sudah ada dari 2 tahun lalu," pungkasnya.

Namun demikian, dari sisi makro, para ekonom telah mewanti-wanti runtuhnya Evergrande secara langsung bisa menekan perekonomian China. Mereka memprediksi pertumbuhan ekonomi China akan berada di bawah target pemerintah, yakni sekitar 5 persen.

Pemerintah kini disebut tengah mencoba untuk mengalihkan tumpuan ekonomi negara dari investasi dan ekspor ke konsumsi domestik. Permasalahan di industri properti akhirnya juga menyebar ke perusahaan-perusahaan perwalian keuangan Tiongkok yang sering kali berinvestasi dalam proyek real estate.

Selama satu dekade terakhir, China telah menjadi sumber pertumbuhan ekonomi global sebesar lebih dari 40 persen, dibandingkan dengan 22 persen dari Amerika Serikat dan 9 persen dari zona euro, menurut BCA Research. Goyahnya ekonomi China kini dikhawatirkan akan mempengaruhi negara-negara lain dan dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper