Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alasan Inalum Tunda IPO: Pasar Modal Slow Down Saat Pemilu

PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menunda rencana penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) tahun depan.
Karyawan sedang berbincang di depan kantor PT Inalum (Persero) Siguragura, Sumatra Utara./inalum.id
Karyawan sedang berbincang di depan kantor PT Inalum (Persero) Siguragura, Sumatra Utara./inalum.id

Bisnis.com, JAKARTA — PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) memutuskan untuk menunda rencana penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) tahun depan. 

Inalum lebih memilih untuk melakukan prapenawaran saham atau pra-IPO di tengah momentum pemilihan umum atau Pemilu serentak pada 2024 mendatang. 

“Karena pasar modal kalau dekat-dekat Pemilu biasanya agak slow down, biasanya setelah Pemilu nunggu stabil semuanya, nunggu setelah pemilihan lah [IPO],” kata Direktur Keuangan Inalum Devi Pradnya Paramia di DPR RI, Jakarta, Kamis (24/8/2023).

Devi menuturkan, pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk mengamankan sejumlah investor jangkar atau anchor investor seperti yang dilakukan lebih dahulu oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO). 

Dia mengatakan, saat ini perusahaan tengah berfokus untuk menjalin kerja sama strategis dengan beberapa perusahaan aluminium kelas global untuk meningkatkan nilai portofolio menjelang rencana penawaran saham umum tersebut. 

Hanya saja, dia belum dapat membeberkan target dari dana yang dapat dihimpun dari penawaran saham kepada publik tersebut. Menurut dia, target IPO itu masih dihitung disesuaikan dengan kebutuhan penyelesaian sejumlah proyek strategis perusahaan mendatang. 

“Target dana itu harus ngomong per proyek soalnya, misal ada yang butuh US$2 miliar itu nanti kita bicara entah satu investor yang akan ambil integrated model atau sama beberapa segmen, tujuan IPO lebih untuk unlock value,” kata dia. 

Sebelumnya, Direktur Utama Inalum Danny Praditya mengatakan, pihaknya menargetkan dapat meningkatkan kapasitas produksi terpasang untuk alumina mencapai 3.000 kilo tonnes per annum (ktpa) dari dua tahapan ekspansi Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah.  

Selain itu, tambahan kapasitas produksi untuk aluminium primer dan sekunder selama 7 tahun mendatang ditargetkan dapat mencapai 2.000 ktpa lewat ekspansi pabrik peleburan existing dan baru nantinya.  

“Awalnya direncanakan ada wacana untuk melakukan IPO untuk Inalum di 2024, tapi melihat kondisi dan kesiapan direncanakan di 2024 baru dilakukan pre-IPO,” kata Danny saat RDP dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (24/8/2023). 

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi menerbitkan PP terkait dengan pemisahan operasional bisnis atau split-off PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum Operating dari BUMN Holding Industri Pertambangan atau Mining Industry Indonesia (MIND ID).  

Keputusan split-off dua entitas bisnis itu tertuang dalam PP Nomor 45 Tahun 2022 tentang Pengurangan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Pada Perusahaan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium yang disahkan Jokowi pada 8 Desember 2022 lalu.  

“PP itu mengambil kembali saham-saham yang dimiliki oleh negara di 3 BUMN [ANTM, TINS, PTBA] yang dulu ditambahkan ke Inalum dalam rangka akuisisi Freeport,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana kepada Bisnis, Minggu (11/12/2022).  

Adapun, pengambilan saham itu dilaksanakan lewat pengurangan modal negara untuk Inalum Operating sebesar Rp48,74 triliun yang tersebar di portofolio saham perusahaan pelat merah itu di PT Aneka Tambang Tbk. atau Antam (ANTM), PT Timah Tbk (TINS), PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) dan PT Freeport Indonesia (PTFI). 

Lewat pengurangan modal negara pada Inalum itu, pemerintah mengambil kembali kepemilikan 15.619.999.999 saham Seri B pada ANTM, 4.841.053.951 saham Seri B pada TINS, 7.490.437.495 saham Seri B pada PTBA dan 21.300 saham pada PTFI.  

Pengalihan portofolio itu mengakibatkan kepemilikan saham negara pada ANTM menjadi sebesar 65 persen atau sebesar Rp1,56 triliun, kepemilikan TINS menjadi 65 persen atau sebesar Rp242,05 miliar, untuk PTBA menjadi 65,02 persen atau sebesar Rp749,04 miliar dan PTFI sebesar 5,62 persen atau sebesar US$2,13 juta yang terdiri atas 21.300 saham dengan nilai nominal sebesar US$100.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper