Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jika AS Terbitkan Surat Utang Massif, Investor Asing di Indonesia Bakal Kabur?

Pasar keuangan Indonesia bakal terpapar risiko jika AS merespons kenaikan plafon utang dengan penerbitan US treasury (UST) berimbal hasil tinggi.
Mata uang dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Mata uang dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Pasar keuangan Indonesia dan fiskal negara akan menghadapi risiko jika AS merespon kenaikan plafon utang dengan penerbitan US treasury (UST) secara massif dan imbal hasil yang tinggi.  Kondisi tersebut memunculkan potensi pelarian arus modal dari emerging market, seperti Indonesia, ke Negeri Paman Sam. Kondisi ini dapat berdampak pada SBN yang diterbitkan pemerintah Indonesia berisiko tidak terserap pasar secara maksimal yang pada akhirnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 berpotensi terganggu. 

Meski terdapat risiko ini, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat arus modal keluar dari Indonesia tidak akan terjadi. Saat ini investor asing belum memilih antara Indonesia ataupun AS untuk memarkir dananya, karena mempertimbangkan real yield dan rates antara Indonesia dan AS. 

“Oleh karenanya, risiko keluarnya investor asing masih didominasi oleh sentimen dari arah kebijakan The Fed,” jelasnya, Selasa (13/6/2023). 

Adapun, The Fed akan menggelar pertemuan pada 13—14 Juni 2023. Pertemuan itu diperkirakan akan memutuskan tingkat kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps dengan mempertimbangkan tingkat inflasi Mei 2023 yang lebih rendah dibandingkan dengan April 2023, baik inflasi umum maupun inflasi inti.

“Oleh sebab jika tidak ada sentimen risk off global yang berkembang dan meningkat kedepannya, pasar keuangan negara berkembang cenderung preferable bagi investor asing,” tambah Josua. 

Direktur Eksekutif Segara Institut Piter Abdullah Redjalam menyampaikan gonjang-ganjing terkait pagu utang AS tidak berdampak pada ekonomi Indonesia. Rencana AS tersebut juga tidak membuat investor berbondong-bondong untuk beralih dari negara berkembang ke AS. 

Piter menyampaikan bahwa bila melihat dari perhitungan besaran imbal hasil, bila Amerika lebih tinggi maka investor tentu memilih AS. Sebaliknya, bila imbal hasil di Indonesia lebih menarik, investor pun tidak akan pindah. 

“Sekarang ini kalau saya melihat, yield kita [Indonesia] masih jauh lebih tinggi, RAR Indonesia lebih bagus dibandingkan AS, jadi ngga ada faktor atau dorongan untuk investor keluar, saya meyakini itu,” ujarnya. 

Terlebih, prospek ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih berkembang dan lebih baik ketimbang AS di era pascapandemi Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper