Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bapanas Segera Terbitkan HPP Gabah dan Beras Terbaru

Aturan baru harga pembelian atau HPP gabah dan beras diharapkan dapat menjaga harga penjualan petani tidak anjlok di bawah biaya produksi.
Petani merontokkan padi hasil panen di areal persawahan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (18/10/2018)./JIBI-Rachman
Petani merontokkan padi hasil panen di areal persawahan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (18/10/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) segera menerbitkan regulasi terkait Harga Pembelian Pemerintah atau HPP gabah dan beras terbaru guna menjaga stabilitas dan keseimbangan harga atau beras, baik di tingkat petani, penggilingan, pedagang, serta masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi saat mengikuti kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sragen, Jawa Tengah, pada Sabtu (11/3/2023). 

“Sesuai arahan Bapak Presiden [Jokowi], bahwa untuk menjaga keseimbangan harga di tingkat petani, pedagang dan masyarakat, kami akan segera menerbitkan Peraturan Badan Pangan Nasional [Perbadan] tentang Harga Pembelian Pemerintah [HPP] gabah/beras,” kata Arief dalam keterangan resmi, Minggu (12/3/2023).

Dia menjelaskan, usulan HPP terbaru sudah memperhatikan masukan dari seluruh stakeholder perberasan dengan mempertimbangkan biaya pokok produksi, margin petani, kualitas gabah dan beras, serta dampak kenaikan inflasi.

Usulan itu sudah disampaikan untuk selanjutnya diputuskan dan dituangkan ke dalam Perbadan. Adapun, dalam waktu dekat, Bapanas akan melakukan harmonisasi Rancangan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) tentang HPP Gabah dan Beras dan Rafaksi Harga ini.

Lalu, dilanjutkan dengan proses pengundangan sehingga HPP gabah dan beras yang baru bisa segera terbit saat masuk puncak panen raya 2023.

Arief yakin jika aturan tersebut diterapkan, HPP tersebut bisa menjadi instrumen pemerintah guna melindungi petani atau produsen dengan menjaga harga penjualan petani tidak jatuh atau anjlok di bawah biaya pokok produksi, yang mana sangat merugikan petani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper