Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Naikkan Suku Bunga, Ekonom: Mitigasi Second Round Effect Inflasi

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan kaitan kenaikan suku bunga BI dengan second round effect dari inflasi.
Pedagang melayani pembeli di Pasar Karbela, Jakarta, Senin (9/5/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada April 2022 sebesar 0,95 persen month on month (mom) atau secara tahunan sebesar 3,47 persen year on year (yoy) yang disebabkan kenaikan harga minyak goreng, daging ayam ras dan telur ayam ras. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Pedagang melayani pembeli di Pasar Karbela, Jakarta, Senin (9/5/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada April 2022 sebesar 0,95 persen month on month (mom) atau secara tahunan sebesar 3,47 persen year on year (yoy) yang disebabkan kenaikan harga minyak goreng, daging ayam ras dan telur ayam ras. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dinilai sebagai langkah mitigasi saat dampak lonjakan inflasi masuk ke babak kedua atau second round effect.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menjelaskan bahwa sepanjang tahun ini tren kenaikan inflasi terjadi di Indonesia, sejalan dengan kondisi global.

Namun, pergerakan inflasi yang paling terasa dampaknya adalah ketika harga bahan bakar minyak (BBM) naik.

"Damoak kenaikan inflasi masih berada dalam ronde pertama, yakni satu bulan setelah kenaikan harga BBM," ujar Josua kepada Bisnis, Kamis (20/10/2022).

Dia menilai dampak inflasi akan lebih terasa pada ronde kedua (second round), yakni mulai dari dua bulan setelah kenaikan harga BBM.

Dengan demikian, Josua mengatakan kebijakan penanganan inflasi menjadi krusial di tahap ini.

"Yang perlu kita perhatikan adalah second round dari kenaikan harga BBM, yang ini tentunya sudah dalam perhitungannya [BI]. Karena kan September inflasi itu masih first round effect, jadi dua tiga bulan berikutnya second round. Makanya itu yang jadi pertimbangan BI memutuskannya [menaikkan suku bunga] pada Agustus, September, dan Oktober," imbuhnya.

Menurutnya, kenaikan suku bunga BI pada Agustus, September, dan Oktober berdasarkan kepada upaya bank sentral untuk mengendalikan inflasi, terutama inflasi inti.

Pasalnya, inflasi inti melonjak ke 13,3 persen pada September 2022, setelah kenaikan harga BBM.

Josua meyakini bahwa inflasi komponen makanan (volatile food) dan inlfasi harga diatur pemerintah (administered price) akan melandai ke depannya, khususnya tahun depan.

Namun, inflasi inti perlu ditangani secara terukur sejak saat ini.

"Saya tidak menilai bahwa ini behind the curve, saya melihat ini sudah terukur dan tepat," katanya.

Josua berpandangan bahwa BI tidak reaktif terhadap kondisi global dalam menentukan suku bunga acuan.

Keputusan dan pemilihan waktu BI menurutnya cukup terukur, sesuai dengan kondisi permintaan.

"Bukan berarti pada saat The Fed menaikkan suku bunga secara immidiately kita harus menaikkan suku bunga, tidak ada rumusan seperti itu," ujar Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper