Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peningkatan Harga Batu Bara Bayangi Kinerja Keuangan PLN

dengan mengacu pada harga batu bara acuan (HBA) dan nilai tukar rupiah saat ini, tahun ini PLN memerlukan biaya tambahan untuk pengadaan batu bara sekitar Rp78,95 triliun. Jumlah tersebut diperoleh jika harga domestic market obligation (DMO) batu bara untuk listrik ditiadakan.
Pemandangan PLTU Paiton 1 dan 2 dari sisi perairan utara Probolinggo. Istimewa/PLN
Pemandangan PLTU Paiton 1 dan 2 dari sisi perairan utara Probolinggo. Istimewa/PLN

Bisnis.com, JAKARTA—Peningkatan harga komoditas batu bara perlu menjadi perhatian PT PLN (Persero). Tingginya harga emas hitam itu bakal berdampak besar terhadap kinerja keuangan perusahaan pelat merah tersebut.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa harga batu bara berperan penting terhadap kinerja keuangan badan usaha penyedia tenaga listrik, terutama PLN

Pasalnya, porsi tenaga listrik dari batu bara pada 2020 mencapai sekitar 66 persen dari total tenaga listrik yang diproduksikan. Bahkan, persentase itu diproyeksikan meningkat menjadi 70,10 persen pada 2024.

Kebutuhan batu bara PLN sendiri pada 2021—2024 masing-masing direncanakan sebesar 121 juta ton, 129 juta ton, 135 juta ton, dan 137 juta ton.

“Meningkatnya harga batu bara perlu menjadi perhatian pemerintah dan PLN,” katanya dalam riset yang dikutip pada Minggu (11/7/2021).

Komaidi memaparkan, dengan mengacu pada harga batu bara acuan (HBA) dan nilai tukar rupiah saat ini, tahun ini PLN memerlukan biaya tambahan untuk pengadaan batu bara sekitar Rp78,95 triliun. Jumlah tersebut diperoleh jika harga domestic market obligation (DMO) batu bara untuk listrik ditiadakan.

Dengan kondisi tersebut, kata dia, hampir dapat dipastikan PLN tidak dapat membukukan laba jika harga DMO batu bara untuk PLN ditiadakan. Pihaknya juga memproyeksikan akan ada tambahan biaya pembelian batu bara sebesar Rp78,95 triliun apabila tidak terdapat biaya DMO.

“Sementara laba tertinggi yang tercatat dapat dibukukan PLN selama 2010—2020 hanya Rp11,57 triliun, jauh di bawah potensi tambahan biaya yang sebesar Rp78,95 triliun tersebut,” jelasnya.

Untuk itu, Komaidi menilai pemerintah perlu lebih proporsional dalam memperlakukan PLN. Pemerintah perlu lebih tertib dalam memisahkan hal administrasi negara dan hal administrasi usaha.

Kebijakan subsidi untuk PLN tidak dapat hanya berdasarkan ruang fiskal yang ada, tetapi perlu konsisten dengan ketentuan UU Keuangan Negara bahwa kerugian usaha yang timbul akibat selisih harga wajar dan harga penugasan harus diganti penuh oleh negara.

“Jika tidak terdapat perubahan kebijakan, maka kekhawatiran Menteri BUMN bahwa nasib keuangan PLN akan menyerupai keuangan Garuda Indonesia sangat berpeluang terjadi,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper