Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wali : Kewajiban Waralaba Ritel Modern Punya Dampak Positif & Negatif

Kewajiban waralaba untuk tiap investasi baru ritel modern bisa mencegah terjadinya monopoli pasar oleh pelaku-pelaku usaha besar.
Konsumen memilih makanan dan bahan makanan di salah satu supermarket di Jakarta, Kamis (7/5/2020). BISNIS.COM
Konsumen memilih makanan dan bahan makanan di salah satu supermarket di Jakarta, Kamis (7/5/2020). BISNIS.COM

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku bisnis waralaba berpandangan kewajiban peritel modern mewaralabakan usahanya ketika jumlah gerai sudah mencapai 150 unit memiliki dampak positif dan negatif. Meski demikian, prospek waralaba di segmen ritel dipandang tetap baik seiring dengan membaiknya ekonomi.

Ketua Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) Levita Supit mengemukakan bahwa kewajiban waralaba untuk tiap investasi baru ritel modern bisa mencegah terjadinya monopoli pasar oleh pelaku-pelaku usaha besar. Regulasi ini juga bisa mendorong tumbuhnya wirausahawan baru di tengah partisipasi masyarakat di sektor ritel modern.

“Dengan kewajiban mewaralabakan gerai jika sudah lebih dari 150 unit, monopoli bisa dicegah. Bisnis yang sukses ini bisa dijalankan oleh pelaku usaha lainnya juga yang ingin menjadi wirausahawan,” katanya, Rabu (2/6/2021).

Dia berpandangan ketiadaan aturan ekspansi bisa membuka peluang penguasaan pasar oleh usaha dengan modal besar. Hal ini pun bisa mencegah hadirnya pemain-pemain baru di sektor ritel modern.

“Kalau grup besar tentu dia mampu mengembangkan bisnisnya dengan investasi sendiri. Namun, jika tidak diwaralabakan, dia akan menguasai sendiri pasar dan tidak memberi kesempatan bagi masyarakat untuk mengembangkan usaha tersebut, padahal pelaku usaha di luar perusahaan mungkin mampu untuk mengembangkannya,” paparnya.

Meski regulasi ini bisa mengakomodasi masuknya pelaku usaha baru di sektor ritel modern, Levita tidak memungkiri jika ada risiko yang harus dihadapi franchisor atau perusahaan pemberi lisensi.

Risiko tersebut bisa berupa penutupan gerai akibat pengelolaan yang tidak maksimal oleh franchisee sehingga menjadi preseden buruk bagi merek tersebut.

“Kalau tutup yang menanggung image buruknya adalah brand. Kalau brand  sudah dikenal masyarakat, harus dijaga kelangsungannya. Oleh karena itu, dalam banyak kasus franchisor akan melihat calon franchisee-nya. Tidak serta merta langsung menerima penjualan lisensi jika pembeli punya uang,” kata Levita.

Terlepas dari mengemukanya perdebatan soal regulasi ini, Levita berpandangan perkembangan bisnis waralaba untuk segmen ritel modern tetap memiliki prospek positif.

Dia menyebutkan bahwa calon franchisee akan membidik format ritel yang masih menunjukkan pertumbuhan positif seperti minimarket. Ritel yang menjual produk nonpangan juga berpeluang menjadi incaran.

“Untuk nonpangan, misalnya, kosmetik dan obat-obatan memiliki peluang karena masih dibutuhkan masyarakat. Kami lihat prospeknya bagus karena waralaba sudah mulai membaik sejak akhir 2020,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper