Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Pandemi Bakal Panjang, Ekonom: Program PEN Perlu Dilanjutkan Tahun 2021

Menurutnya, hal ini mengacu pada proses konsolidasi fiskal yang diajukan pemerintah sampai dengan tahun 2022, menunjukkan dampak pandemi akan selesai memerlukan waktu setidaknya sampai dengan 2 tahun hingga ekonomi benar-benar dikatakan pulih.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan keterangan pers mengenai penanganan dampak Covid-19 di Jakarta, Jumat (13/3/2020). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan keterangan pers mengenai penanganan dampak Covid-19 di Jakarta, Jumat (13/3/2020). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom CORE Yusuf Rendy Manilet menyampaikan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) perlu dilanjutkan tahun depan mengingat proyeksi penanganan dampak pandemi Covid-19 akan membutuhkan waktu yang lama.

Menurutnya, hal ini mengacu pada proses konsolidasi fiskal yang diajukan pemerintah sampai dengan tahun 2022, menunjukkan dampak pandemi akan selesai memerlukan waktu setidaknya sampai dengan dua tahun hingga ekonomi benar-benar dikatakan pulih.

"Oleh karena itu program PEN memang perlu dilanjutkan untuk mengantisipasi beberapa hal," katanya kepada Bisnis, Senin (20/7/2020).

Yusuf mencontohkan, terkait pengentasan kemiskinan, tentunya pemerintah memerlukan kebijakan yang komprehensif yang menggabungkan beragam kebijakan. Pendekatan yang bisa dilakukan yaitu dengan melanjutkan program PEN.

"Apalagi kalau belajar dari pengalaman pemerintah memerlukan waktu untuk kembali menurunkan persentase tingkat kemiskinan. nah kombinasi program dalam bentuk bansos kemudian bantuan UMKM yang menurut saya bisa diakomodir melalui PEN ini," jelasnya.

Meski demikian, Yusuf mengatakan program PEN selama ini juga memiliki kelemahan, misalnya tumpang-tindih data dalam penyaluran bantuan perlindungan sosial, database yang tidak akurat, hingga program Kartu Prakerja yang memicu banyak perdebatan.

Oleh karena itu, menurutnya, beragam kelemahan program PEN di tahun ini bisa dijadikan bahan pembelajaran untuk program PEN jilid II tahun depan.

"Hal lain, yang tidak boleh luput, jangan sampai ada penumpang gelap dari program PEN jilid II nanti," tuturnya.

Yusuf menambahkan, lanjutan program PEN akan menimbulkan risiko, terutama utang yang semakin meningkat. Di sisi lain, penerimaan negara khususnya pajak diperkirakan belum akan sepenuhnya pulih pada 2021.

"Pemerintah juga saya prediksi masih akan memberikan insentif pajak khususnya bagi sektor-sektor utama seperti industri manufaktur, perdagangan, ataupun pariwisata," katanya.

Sehingga, imbuhnya, pemerintah juga perlu memperhatikan strategi menarik utang pada 2021. Dia menilai, pemerintah bisa memanfaatkan potensi investor lokal dengan menerbitkan surat utang ritel dengan volume yang lebih besar.

Adapun, pemerintah mencatat realisasi anggaran PEN per 1 Juli 2020 sebesar Rp127,4 triliun atau 18,3 persen dari alokasi total dukungan fiskal sebesar Rp695,2 triliun.

Realisasi tersebut terdiri dari dukungan kesehatan sebesar 5,1 persen, perlindungan sosial 36,2 persen, dukungan UMKM 24,4 persen, insentif usaha 11,2 persen, serta dukungan sektoral dan Pemda sebesar 5,2 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper