Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Anjlok 5,01 Persen, Ekonom: Sentimen Negatif Bikin Global Panic Selling

Penurunan IHSG di bawah 5.000 sejalan dengan sentimen negatif global panic selling. Aksi trading halt atau suspensi perdagangan ketika turun di atas 5 persen, sah -sah saja
Pelajar berada di Main Hall Bursa Efek Indonesia Jakarta. Bisnis/Dedi Gunawan
Pelajar berada di Main Hall Bursa Efek Indonesia Jakarta. Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Bank UOB Enrico Tanuwidjaja mengatakan langkah otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan suspensi perdagangan saham (trading halt) pada Kamis (12/3/2020) pada pukul 15.33 wib untuk menjaga agar sentimen di pasar tidak terlampau negatif.

Trading halt dilakukan setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 5,01 persen ke level 4.895,784.

"Penurunan IHSG di bawah 5.000 sejalan dengan sentimen negatif global panic selling. Saya pikir aturan trading halt atau suspensi perdagangan ketika turun di atas 5 persen, sah -sah saja," katanya ketika dihubungi, Kamis (12/3/2020).

Dia menuturkan investor global saat ini masih menunggu dan melihat (wait and see) terkait perkembangan situasi perekonomian dunia di tengah menyebarnya virus Corona (Covid-19).

Oleh karena itu, Enrico berharap Kementerian Keuangan, Kementerian Bidang Perekonomian, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkoordinasi memaksimalkan pemberian stimulus untuk mengurangi dampak negatif virus corona.

Dia mengapresiasi langkah pemerintah mengeluarkan stimulus jilid II dimana pemerintah akan menanggung pungutan pajak, yaitu PPh pasal 21 (pajak penghasilan) karyawan sektor industri, PPh pasal 22 barang impor, dan PPh 25 atau PPh badan untuk industri manufaktur selama enam bulan.

"Stimulus jilid II sudah oke, karena sektor manufaktur memang membutuhkan dorongan. Namun, perbaikan di lapangan akan lebih terasa apabila pemerintah memberi bantuan untuk UMKM dan masyarakat berpenghasilan rendah melalui cash transfer," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah dapat mencontoh langkah Singapura yang mengeluarkan re-sharing iniciatives pada saat krisis ekonomi 2008. Kala itu, pemerintah Negeri Singa ikut memberi jaminan dan menanggung kredit pelaku usaha.

Jaminan keikutsertaan seharusnya dilakukan pemerintah agar perbankan mau menyalurkan kredit, khususnya kepada UMKM. Pasalnya, pelaku sektor informal belum termasuk dalam penerima stimulus atau paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menangkal dampak negatif Corona.

"Perbankan merasa lebih secure jika pemerintah ikut memberi jaminan [kredit]. Toh, dananya belum tentu dipakai. Pelaksanaan paket stimulus I dan II harus dipantau, jika dampaknya tak maksimal mungkin harus dikeluarkan paket lanjutan," imbuh Enrico.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper