Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Masih Hati-Hati Turunkan Suku Bunga

Bank Indonesia tidak akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat, meskipun pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi menunjukkan kondisi yang sehat. 

Bisnis.com, JAKARTA-- Bank Indonesia tidak akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat, meskipun pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi menunjukkan kondisi yang sehat. 

Penurunan suku bunga akan mengancam pembalikan arus modal asing yang selama ini telah kembali ke dalam negeri. Selain itu, komitmen bank sentral masih sangat kuat dalam menjaga daya tarik aset keuangan di dalam negeri. 

Ekonom Bahana Sekuritas Putra Satria Sambijantoro menuturkan pihaknya masih berharap Bank Indonesia mempertahankan status quo dari pandangan kebijakannya yang hawkish atau ketat, meskipun proposisi risiko saat ini cukup rendah.

Terlepas dari pelemahan ekspor, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan kondisi yang sehat dan memiliki ketahanan luar biasa. Hal ini dipicu oleh konsumsi dan investasi di dalam negeri yang kuat. Di sisi lain, laju inflasi tercatat cukup rendah di mana Indeks Harga Konsumen (IHK) Februari mencatat deflasi sebesar 0,08% sehingga target sasaran inflasi tahunan bisa terjangkar dengan mudah.  

"Alih-alih memberikan dorongan untuk pertumbuhan ekonomi, pelonggaran kebijakan moneter yang prematur dapat memberikan tekanan yang tidak diinginkan ke neraca modal dan neraca finansial serta rupiah," ungkap Satria, Sabtu (02/03/2019).

Menurut Satria, Bahana melihat strategi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang tetap menjaga suku bunga tetap tinggi, sambil melonggarkan kondisi likuiditas melalui langkah-langkah makroprudensial dan operasi moneter pasar terbuka, sebagai sikap kebijakan yang paling sesuai untuk saat ini.

Dia menambahkan deflasi Februari disebabkan oleh sisi pasokan, sementara kebijakan moneter umumnya akan berdampak kepada permintaan. Dengan demikian, kebijakan moneter belum berdampak signifikan terhadap permintaan. 

"Hal ini menjelaskan mengapa Gubernur BI Perry Warjiyo tidak terdengar terlalu dovish ketika dia memberikan komentar terkait angka inflasi terakhir," ungkap Satria. 

Satria melihat suku bunga acuan BI akan kembali meningkat sebesar 25 basis poin menjadi 6,25% pada tahun ini. Salah satu indikasinya adalah pernyataan dimana Gubernur BI menegaskan bahwa suku bunga hampir mencapai puncaknya. 

Artinya, suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate belum berada di posisi puncaknya. Hal ini berbeda artinya jika Gubernur BI mengungkapkan suku bunga acuan sudah mencapai puncaknya. 

"Karakteristiknya sekarang suku bunga kebijakan BI sebesar 6% sudah hampir mencapai puncaknya," papar Perry, Jumat (01/03/2019).

Kemungkinan untuk tidak melakukan penyesuaian suku bunga ke bawah semakin jelas dengan pernyataan bahwa bank sentral masih melihat adanya arus modal asing yang masuk ke depannya, serta pernyataan terkait pergerakan rupiah di level Rp14.000 yang dinilai undervalued atau tidak berada di level fundamentalnya. 

Dalam kesempatan terpisah, Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara menegaskan dari sisi inflasi, bank sentral memang tidak memiliki alasan menahan suku bunga yang tinggi. 

Namun, BI masih melihat risiko defisit ekspor barang dan jasa yang masih relatif tinggi yakni pada tahun lalu mencapai US$31 miliar. 

"Ini mendekati 3% PDB, kita ingin turun ke 2,5% terhadap PDB, jadi dilihat dari situ BI masih sangat hati-hati, tetapi BI tahun ini memiliki ruang yang lebih longgar atau bernafas lebih baik dibandingkan tahun lalu," ujar Mirza, Jumat (03/03/2019).

Ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengungkapkan konsekuensinya sangat besar jika BI menurunkan suku bunganya saat ini.

Pertama, perubahan kebijakan bank sentral dari kontraksi ke arah ekspansi bisa menciptakan pandangan publik bahwa BI tidak konsisten. Kedua, rupiah masih rentan saat ini. 

"Kalau sekarang tetap stabil ini karena dijagaain BI," ungkap Lana. Dia menilai BI tidak ingin rupiah volatile jelang Pemilu. Ketiga, Federal Reserve dinilai cenderung dovish belum memastikan akan menurunkan suku bunganya. Bahkan, kenaikan Fed Fund Rate diperkirakan masih satu kali lagi tahun ini. Keempat, dia menilai konsekuensi penurunan cukup besar melihat defisit transaksi berjalan yang belum membaik. 

Dengan demikian, BI harus menunggu terlebih dahulu dan terus memperhatikan data-data yang ada. Jika BI akan menurunkan suku bunga, Lana memperkirakan hal tersebut baru bisa dilakukan pada semester kedua. 

"Penurunan tidak akan terjadi dalam jangka pendek," tegas Lana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper