Bisnis.com, JAKARTA - Revolusi industri 4.0 yang membawa perubahan pada model bisnis diyakini meningkat kinerja manufaktur 20%-50%. Kemenperin fokus pada lima sektor.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa perubahan model bisnis di sektor manufaktur itu ditunjang oleh teknologi digital secara terintegrasi.
“Jadi, tentunya penerapan industri 4.0 diyakini bisa memacu produktivitas dan kualitas secara efisien sehingga produk yang dihasilkan lebih inovatif dan kompetitif,” ujar Airlangga dalam keterangan pers yang dikutip, Senin (18/2/2019).
Making Indonesia 4.0 menargetkan, bakal mengembalikan sumbangsih rasio ekspor netto terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 5%-10% pada 2030. Kenaikan signifikan ekspor netto ini akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi.
“Maka itu, perlu mengakselerasi ekspor produk yang memiliki nilai tambah tinggi,” ujarnya. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian serius menjalankan kebijakan hilirisasi industri, yang juga mampu membawa efek berantai pada penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa.
Kemenperin mencatat, ekspor dari industri pengolahan nonmigas terus meningkat dalam 4 tahun terakhir.
2015 : US$108,6 miliar
2016 : US$110,5 miliar
2017 : US$125,1 miliar
2018 : US$130 miliar
“Jadi, tahun lalu kontribusinya mencapai 72,25%. Pada 2019 ini, kami akan lebih genjot lagi sektor industri manufaktur untuk meningkatkan ekspor, terutama yang punya kapasitas lebih,” ungkap Airlangga.
Airlangga mengatakan, kementeriannya sedang fokus memacu kinerja ekspor lima sektor industri yang mendapat prioritas pengembangan berdasarkan Making Indonesia 4.0.
Lima sektor itu adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronika, dan kimia. Apalagi, lima kelompok manufaktur tersebut mampu memberikan kontribusi sebesar 65% terhadap total nilai ekspor nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel