Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Dagang Defisit, 2 Industri Unggulan Ini Bukukan Kinerja Positif

Meski neraca dagang Indonesia tercatat defisit US$8,57 miliar sepanjang 2018, ada sejumlah sektor yang dinilai berpotensi membukukan pertumbuhan kinerja ke depannya. 
Petugas memeriksa mobil produksi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang siap diekspor di IPC Car Terminal, PT Indonesia Kendaraan Terminal (IKT), Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (8/3). /Bisnis, Dwi Prasetya
Petugas memeriksa mobil produksi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang siap diekspor di IPC Car Terminal, PT Indonesia Kendaraan Terminal (IKT), Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (8/3). /Bisnis, Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA -- Meski neraca dagang Indonesia tercatat defisit US$8,57 miliar sepanjang 2018, ada sejumlah sektor yang dinilai berpotensi membukukan pertumbuhan kinerja ke depannya. 
 
Otomotif serta Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) menjadi beberapa sektor yang menunjukkan kenaikan ekspor pada tahun lalu. Dua sektor ini bersama industri kimia, elektronik, serta makanan dan minuman (mamin) ditetapkan sebagai lima industri unggulan Indonesia dalam menghadapi Industri 4.0.
 
Namun, tiga industri lainnya belum mampu membukukan kinerja ekspor yang luar biasa.
 
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Selasa (15/1/2019), menyebutkan ekspor kendaraan dan bagiannya meningkat 10,47% secara year-on-year (yoy) menjadi US$7,55 miliar pada 2018 dari sebelumnya US$6,83 miliar. Bahkan, pertumbuhannya menjadi yang salah satu yang terbesar selain bahan bakar mineral dan bubur kayu (pulp).

Neraca Dagang Defisit, 2 Industri Unggulan Ini Bukukan Kinerja Positif

Proses pengelasan di pabrik perakitan Suzuki Cikarang, Jawa Barat, Selasa (19/2/2018)/Bisnis-Muhammad Khadafi
 
Khusus untuk sepeda motor, data Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI) memperlihatkan Indonesia mengekspor 574.555 unit pada tahun lalu.
 
Sementara itu, ekspor pakaian jadi bukan rajutan tumbuh 8,48% menjadi US$4,49 miliar dari US$4,14 miliar pada 2017. 
 
Secara keseluruhan, produk otomotif menjadi salah satu dari empat komoditas unggulan ekspor non migas Indonesia. Sektor lainnya yakni bahan bakar mineral yang kemungkinan berasal dari hasil tambang, lemak hewan/nabati yang saat ini didominasi kehadiran CPO, serta mesin atau peralatan listrik.
 
Realisasi ekspor keempat sektor ini berkontribusi sekitar 37,7% dari total ekspor non migas Indonesia yang nilainya mencapai US$162,66 miliar. Secara total, ekspor non migas tumbuh 6,25% secara tahunan dari sebelumnya US$153,09 miliar.
 
Lalu, bagaimana potensi industri otomotif dan TPT ke depannya?
 
Produk kendaraan dan bagiannya serta TPT tengah menjadi perhatian pemerintah. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengupayakan agar peluang pertumbuhannya dapat digenjot guna mengerek hasil ekspor. 

Neraca Dagang Defisit, 2 Industri Unggulan Ini Bukukan Kinerja Positif

 
Di sektor otomotif, pemerintah sedang mendorong berbagai program untuk melecut produsen otomotif berorientasi ekspor dan menggencarkan investasi.
 
Ada dua nama pabrikan besar yang rencananya akan berinvestasi di Indonesia, yakni Hyundai dari Korea Selatan (Korsel) dan Volkswagen (VW) dari Jerman. Khusus untuk Hyundai, perusahaan ini disebut-sebut akan menyisihkan mayoritas volume produksinya untuk pasar ekspor.
 
Untuk tekstil, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyatakan peluang memperbesar kontribusi produk tekstil terbuka lebar.
 
"Banyak investor yang menjadikan Indonesia sebagai lahan investasi tekstil seiring dengan adanya perang dagang," tuturnya, belum lama ini. 
 
Airlangga menilai kondisi perang dagang antara China dan AS bisa memicu aliran investasi ke Tanah Air. Sengketa dagang dipandang dapat membuat investor ataupun buyer membidik negara seperti Indonesia, yang mendapatkan "keringanan" bea masuk ke pasar AS.
 
TPT Indonesia memang mendapatkan fasilitas penurunan bea masuk ke AS dalam kerangka Generalized System of Preferences (GSP), sebuah fasilitas yang diberikan bagi negara berkembang.

Neraca Dagang Defisit, 2 Industri Unggulan Ini Bukukan Kinerja Positif

Pekerja di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Dihubungi secara terpisah, Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai perang dagang memang bisa menjadi kesempatan untuk memperluas pasar dan meningkatkan ekspor. Namun, faktor eksternal tak bisa diandalkan.
 
Penguatan industri dalam negeri, lanjutnya, tetap mutlak dilakukan untuk kinerja positif yang berkelanjutan. 
 
Selain memperkuat daya saing dan mendorong efisiensi biaya produksi--dari sisi biaya logistik, biaya energi, dan efisiensi teknologi, sinergi antar kementerian menjadi penting. 
 
"Perang dagang juga harus disikapi dengan hati-hati karena bisa malah menekan manufaktur global," ujar Faisal. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Kahfi
Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper