JAKARTA: Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mendesak pemerintah untuk menghentikan praktik-praktik politisasi yang merusak dunia pendidikan di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten /kota.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo mengatakan politisasi pendidikan ini secara nyata terjadi pada pemilihan kepala daerah di Maluku, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten."Di daerah itu banyak guru yang dimutasi atau diturunkannya dari jabatan kepala sekolah menjadi guru akibat politik praktis. Politisasi dalam dunia pendidikan harus dihentikan karena menghambat kemajuan pendidikan di Indonesia," ujarnya hari ini.Menurut Sulistyo, PGRI telah sering menyampaikan masalah ini, namun sejauh ini masalah politisasi ini belum menampakan hasil. Oleh karena itu, pada Konferensi Kerja Nasional III PGRI pada 27-30 Januari 2011 di Gorontalo, PGRI menyampaikan sejumlah pernyataan sikap, utamanya untuk menghentikan politisasi pendidikan ini.Sulistyo mencatat pengangkatan tenaga guru honorer menjadi pengawai tetap dengan lebih pertimbangan hubungan kerabat dengan kepala pemerintahan, daripada yang sudah memenuhi syarat untuk diangkat menjadi guru PNS melalui jalur karir.Sulistyo yang juga Ketua Komite III DPD RI dari Jawa Tengah ini menyatakan tidak heran muncul peredaran buku SBY di perpusatakaan sejumlah SMP di Tegal terkait dengan dugaan pencitraan partai."Soal buku SBY di sekolah itu murni kesalahan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang tidak mengawasi aliran Dana Alokasi Khusus (DAK). Itupun hanya permainan orang yang ingin mencari muka kepada presiden," ujarnya.Selain menghadapi polisasi pendidikan, PGRI melihat anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN itu, meski jumlahnya besar tetapi dana khusus pendidikan sangatlah kecil karena terbagi untuk 17 kementerian dan dialokasikan paling besar untuk gaji guru. (mfm)